Hana’s POV
Aku membuka mataku perlahan.
“Ah, di mana aku?di mobil?tapi mobil siapa ini?ini bukan mobil Kevin, Bukannya tadi aku di depan toilet cafe?”batinku.
“Kau sudah sadar?”terdengar suara baritone seseorang.
Aku menoleh, dan membelalakkan mataku.
“jangan pelototin aku seperti itu Hana, kau membuatku takut. Apalagi kau pucat seperti itu. Kupikir aku tadi menemukan mayatmu di depan toilet Hana, aku sampai shock,” ucap mas Rio panjang lebar.
“Aku hanya kaget dokter Rio,”ucapku sambil tersenyum.
Mas Rio mengusap puncak kepalaku.
“Mas Rio, tolong smsin ke Kevin kalau aku pulang dlu bilang aj ad urusan mendadak,”ucapku sambil menyerahkan Handphoneku ke Mas Rio.
“Kau becanda, aku sedang menyetir sayang, kita bisa celaka,”ucap Mas Rio sambil mengambil Handphoneku.
Aku tersenyum tipis lalu menglihkan pandangan ke depan. Aku bersandar di kursi. Entahlah, mungkin saat ini aku terlihat sangat lemah. Tapi aku senang aku tak harus menyembunyikan penyakitku ke Mas Rio. Walau aku menutupinya dia pasti akan tau, dia kan dokter.
Mas Rio adalah tetanggaku, teman masa kecilku. Empat tahun yang lalu tepatnya saat aku berusia 14 tahun ketika aku lulus SMP, dia pergi ke Oxford untuk melanjutkan studinya. Dan sekarang dia sudah menjadi dokter. Benar-benar jenius orang ini. Ku kira dia sudah lupa padaku. Empat tahun tidak pernah menghubungiku,
tiba-tiba muncul di saat aku seperti ini. Aku tau dia sudah lulus juga dari tante Monica, mamanya. Benar-benar menyebalkan.
tiba-tiba muncul di saat aku seperti ini. Aku tau dia sudah lulus juga dari tante Monica, mamanya. Benar-benar menyebalkan.
“Kenapa manyun begitu, Hime*?”tanya Mas Rio
“Kau menyebalkan mas,”kataku lemah.
Mas Rio hanya tersenyum tipis.
“kita sudah sampai,”ucap Mas Rio.
“Rumah Sakit Internasional Himawari?”batiku bertanya-tanya.
Aku kaget waktu Mas Rio menggendongku ala bridal style memasuki rumah sakit. Apa saat ini wajahku bisa merona ya?Aku menyembunyikan wajahku di dada bidang Mas Rio.
Aku di bawa ke ruang rawat.
“Aku heran tubuhmu masih bisa begitu kuat, tapi aku senang,”ucap Mas Rio sambil mengotak atik handphoneku.
Aku hanya diam. Aku merasa badanku lemas sekali.Tak lama kemudian ku dengar handphoneku berdering lalu Mas Rio mengetikkan sesuatu yang aku tidak tau lalu menaruh handphoneku di laci. Aku melirik ke arah laci.
“Istirahatla dulu, aku akan menghubungi tante Rina,”ucap Mas Rio sambil mengusap kapalaku.
Aku memejamkan mataku. Aku lelah. Tapi aku tak ingin menyerah.
***
Aku membuka mataku perlahan-lahan. Kulihat Mas Rio sedang membaca buku di shofa.
“Mas, ibu mana?”tanyaku dengan suara lemah.
“Mas suruh pulang, kasihan kalau tante Rina di sini terus. Takutnya berpengaruh terhadap kesehatannya,” ucap Mas Rio.
“Aku tertidur berapa lama mas?”tanyaku.
“dua hari,”ucap Mas Rio enteng.
“dua hari?kenapa mas nggak ngebangunin aku,”ucapku kesal.
“Sebenarnya aku ingin membangunkanmu tapi kau kelihatan lelah jadi aku biarkan, bahkan aku sempat mengira kau mati karena kau diam saja. Tapi tadi kau terus menyebut nama Kevin, siapa Kevin?pacarmu?”Mas Rio berbicara panjang lebar. Ada nada kesedihan dalam suaranya.
“bukan, Kevin itu temanku, sahabatku,”ucapku.
“hmm.. Begitu ya..”ucap mas Rio datar.
“Mas,”panggilku manja.
“hm,”mas Rio cuma bergumam saja.
“kapan aku keluar dari sini?aku sudah nggak betah di sini,”ucapku.
“Hime.. Sayang..kamu ini baru saja siuman, dua tiga hari lagi kamu boleh pulang, itu juga kalau keadaanmu membaik,”ucapnya sambil mengusap puncak kepalaku.
“Hmm.. Jadi.. Mas Rio ini dokter pribadiku sekarang?”tanyaku.
“bisa di bilang begitu,” ucap mas Rio sambil tersenyum.
“kukira mas kerja di sini,” ucapku.
“tadinya sih begitu, tapi setelah mendengar dari tante Rina bahwa kamu sakit, aku ingin fokus nyembuhin kamu,” ucapnya lagi.
“emangnya mas bisa nyembuhin aku?”tanyaku parau.
“itu tergantung semangatmu, kau harus berjuang mengalahkan penyakitmu, percayalah, semua penyakit itu ada obatnya,”ucap mas Rio.
Seminggu di rumah sakit membuatku bosan, kenapa sih aku tidak diperbolehkan pulang, padahal aku sudah merasa sehat. Aku merindukan Kevin. Sudah seminggu kita tidak komunikasi. Aku sengaja menonaktifkan handphoneku selama di rumah sakit supaya tidak ada ayang menggangguku. Aku hanya tidak ingin berbohong setiap hari ketika ada sms dari Kevin, Mona, atau teman-teman yang lain. Aku hanya ingin beristirahat dengan tenang. Kata mas Rio aku nggak boleh terlalu banyak pikiran. Tapi, sekarang aku terus memikirkan apa yang harus aku katakan kepada mereka. Apakah aku harus berkata handphoneku tertinggal di rumah ketika aku pergi berlibur ke Bandung selama seminggu. Ah, rasanya itu mustahil. Mana mungkin Kevin percaya. Ketika aku sedang memikirkan seribu satu alasan agar Kevin tidak marah padaku, mas Rio masuk.
“Hana, kau sudah boleh pulang hari ini,”ucapnya seraya tersenyum.
Hari ini ada yang berbeda dengan mas Rio. Dia memakai jas putih. Dia jadi kelihatan keren dengan jas dokter itu. Mungkin kalau aku tidak bertemu Rio aku akan jatuh cinta pada orang ini. Eh, apa sih yang aku pikirkan.
“Hana, kau kenapa?”ucap mas Rio sambil menaikkan alisnya”terpesona?”
Aku tertawa “sedikit.”
“Mulai sekarang aku resmi bekerja di rumah sakit ini,”ucapnya.
“Kalau begitu selamat, kau dokter yang hebat mas,”ucapku sambil tersenyum.
Sore ini aku pulang dari rumah sakit. Aku benar-benar merasa sehat sekarang. Aku pulang di antar mas Rio.
Sesampainya di rumah, aku melihat Kevin duduk di teras. Aku terkejut.
“Kenapa tegang begitu?kita sudah sampai,” ucap mas Rio.
Aku masih mematung menatap ke depan.
Mas Rio menoleh ke samping lalu bekata “oh, itu yang namanya Kevin?”
Aku menoleh ke arah mas Rio lalu mengangguk.
Aku keluar dari mobil ketika mas Rio membukakan pintunya untukku. Tatapanku lalgsung tertuju ke Kevin. Ekspresi Kevin saat itu sulit ditebak. Antara kaget, sedih,marah atau kecewa.
“Hey Vin,”sapaku sambil tersenyum.
Kevin hanya tersenyum. Lalu menatap mas Rio heran.
“Oh, kenalin, ini mas Rio, tetanggaku. Mas Rio, ini Kevin,”ucapku.
Mas Rio meletakkan koper yang ia bawa lalu menyalami Kevin.
“Rio,”ucapnya seraya mengulurkan tangannya.
“Kevin,”ucap Kevin sambil menjabat tangan mas Rio.
“Eh, mari masuk dulu, mas, Vin,”ucapku.
Merekapun masuk ke dalam rumah.
“Silahkan duduk, mau minum apa?”ucapku sambil tersenyum.
Tiba-tiba mas Rio bangkit, menarik tanganku lalu mendudukanku di sofa.
“Aku saja yang buat, kau temani Kevin ngobrol lagi pula kau kan..”
“Aku baik-baik saja kok mas,” aku memotong pembicaraan mas Rio bisa gawat kalau Kevin tau aku baru keluar dari rumah sakit .
“Kau ini lucu,” ucap mas Rio sambil tertawa.
Aku dan Kevin mematung di ruang tamu. Entah kenapa suasananya jadi canggung.
“Dia itu pacarmu?”tanya Kevin.
“Eh, bukan,”kataku sambil tersenyum.
“kalian kelihatan akrab sekali, dan seminggu ini kau kemana? Menghilang begitu saja, aku sangat khawatir. Aku sms nggak di balas, aku telfon nggak aktif. Jadi aku putuskan datang ke rumahmu saja.Kata ibumu kau sebentar lagi pulang, jadi aku menunggu di teras. Kau habis liburan dengan dia?” tanya Kevin panjang lebar.
Sudah ku duga dia akan menanyakan hal ini padaku, tapi aku tak menyangka kalau dia menanyakan mas Rio juga.
“Maaf, aku tak mengabarimu Vin, kau masih ingat kan sore itu ketika aku buru-buru sampai-sampai aku nggak berpamitan langsung sama kamu, ” ucapku.
“iya, aku ingat,”ucapnya.
“waktu itu aku buru-buru ingin menjemput mas Rio di bandara, dia kan baru pulang dari Oxford,” ucapku.
“lalu seminggu ini kau ke mana? Tanpa kabar,” tanyanya lagi.
“Aku diajak liburan sama mas Rio, maaf lupa mengabarimu, handphoneku tertinggal di kamar waktu aku liburan habisnya mas Rio buru-buru banget,” ucapku sambil mengerucutkan bibirku.
“oh,” ucap Kevin.
Syukurlah dia percaya.
“oleh-olehnya mana?” tanya Kevin.
Deg, jantungku berdebar kencang. Bagaimana ini, aku harus jawab apa?
“Oleh-olehnya ketinggalan di hotel gara-gara kecerobohan Hana,” ucap mas Rio tiba-tiba sambil membawa nampan yang berisikan tiga gelas jus jeruk.
“Oh, Hana emang ceroboh,” ucap Kevin sambil tersenyum.
Apa-apaan mas Rio itu, menjelek-jelekan aku di depan Kevin.
Kami mengobrol banyak hal. Seminggu ini Kevin ternyata mencari-cari aku. Aku jadi merasa bersalah.
“Hana, sebaiknya kamu istirahat, aku pulang dulu,” ucap mas Rio.
“iya mas,”ucapku.
Mas Rio pulang ke rumahnya meninggalkan kami berdua di ruang tamu.
“Hana,”panggil Kevin.
Aku tersenyum.
“Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?”tanyanya. Suaranya sedikit parau.
“em..enggak..”ucapku seraya menggelengkan kepala.
“Aku ini sahabatmu, aku tau kamu, kamu sedih, kamu bahagia, kamu terluka, aku tau,” ucapnya sendu.
“tau apa kamu tentang aku Vin,” ucapku dalam hati.
“Kenapa diam?Ayo jujur sama aku,” ucapnya lagi.
“Aku..aku..baik-baik saja,” ucapku lirih.
“Kau selalu begitu, manganggap dirimu baik-baik saja padahal sedang tidak baik-baik saja,” ucapnya tegas.
Ya Allah, aku harus bilang apa sama Kevin, aku nggak mungkin bilang kalau aku sakit. Dan sekarat.
“Hana, aku ini sahabatmu, kau tak perlu ragu untuk cerita padaku,” ucapnya lembut sambil memegang pundakku.
“Maaf Vin,” ucapku sambil menitikkan air mata. Ku harap Kevin tidak melihatnya.
“Atau karena kau sudah punya pacar, jadi aku ini ngak penting lagi buat kamu,” ucap Kevin setengah berteriak.
“Nggak Vin, nggak,” ucapku sambil menangis sambil mencengkeram kemejanya.
“Lalu apa Hana?jangan membuatku bingung. Aku hanya ingin kejujuranmu,”ucapnya lirih sambil mencengkeram pundaku. Dan kalau aku tidak salah lihat dia juga menitikkan air mata.
Ya Allah, apakah dia sudah tahu semua tentang aku. Tentang penyakitku. Keadaanku sekarang. Pandanganku tiba-tiba kabur dan aku merasakan tubuhku melayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar