Hana's POV
Aku mencintainya. Aku tidak tahu sejak kapan rasa ini tumbuh, tapi aku hanya merasakan rasa ini semakin kuat dari hari ke hari. Sikapmu yang dewasa tapi kadang manja, senyummu, caramu memanggil namaku, aku suka. Suka semuanya. Setiap malam aku selalu memimpikanmu. Kemanapun dimanapun aku selalu melihat bayanganmu. Kevin, aku ingin kau selalu ada di sisiku.
“Hey, apa yang kau tulis,”teriak Kevin sambil merebut
bukuku. Tepatnya buku diaryku.Aku mencintainya. Aku tidak tahu sejak kapan rasa ini tumbuh, tapi aku hanya merasakan rasa ini semakin kuat dari hari ke hari. Sikapmu yang dewasa tapi kadang manja, senyummu, caramu memanggil namaku, aku suka. Suka semuanya. Setiap malam aku selalu memimpikanmu. Kemanapun dimanapun aku selalu melihat bayanganmu. Kevin, aku ingin kau selalu ada di sisiku.
Aku mengambil buku Diaryku kembali sambil mengerucutkan
bibirku.
“Kau selalu seenaknya Kevin,”kataku.
“Hana, kau marah,”katanya sambil mendekatkan mukanya ke
mukaku “membuatku ingin menciummu saja,”bisiknya lembut.
Aku kaget. Mungkin mukaku sudah semerah tomat.
“Jangan menggodaku,”kataku sambil mendorong wajahnya.
Kevin tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.
“mukamu merah,hahaha.”
“ITU TIDAK LUCU!!”kataku sambil bangkit meninggalkan Kevin
yang masih tertawa.
Sepanjang jalan aku menggerutu.
“Apaan sih si Kevin itu, jantungku hampir copot. Aku bahkan
masih gemetar”gerutuku.
Aku berjalan dan terus berjalan lalu masuk ke kelas. Aku
heran anak-anak di kelas itu memandangiku. Aku berfikir apa ada yang aneh
denganku. Sedetik dua detik, aku baru sadar tak ada seorangpun di kelas itu
yang aku kenal.
“Sial, aku salah masuk kelas”batinku.
Aku tersenyum lalu berkata “maaf” lalu segera keluar dari
kelas.
Aku merutuki diriku sendiri kenapa aku bisa sebodoh ini. Aku
berjalan cepat di koridor. Aku lihat Kevin berlari dengan wajah yang begitu
ceria. Ada apa dengannya. Aku belum siap. Aku belum siap.
Kevin terus berlari kearahku. Aku sudah hampir menggerakkan
tanganku untuk memeluknya. Itu yang biasa ku lakukan kalau dia sedang senang.
Tapi Kevin Melewatiku. Aku tercengang dan terdiam di tempat.
“Mona...”ku dengar suara Kevin memanggil seseorang.
“Bahkan suaranya terdengar lebih lembut daripada ketika dia
memanggilku,”batinku.
“Kau menungguku?”ku dengar Kevin bertanya.
“Iya, kau lama sekali,”kata perempuan itu manja.
“Maaf membuatmu menunggu,”ucap Kevin lagi.
“tak apa,”kata perempuan itu lagi.
Kenapa hatiku sakit. Aku harus pergi. Aku baru mau melangkah
ketika kudengar suara Kevin memanggilku.
“Hana..sedang apa kau di situ,”panggilnya lembut.
Apa yang harus ku lakukan?? Oh Tuhan, tolong aku.
Aku menghela nafas lalu berbalik sambil tersenyum.
“Aku rasa aku kelupaan sesuatu,”kataku sambil tersenyum.
“Oh ya, Hana.. Kenalkan, ini Mona anak teman ayahku. Cantik
kan?”Katanya sambil tersenyum.
“ Dan Mona, ini Hana sahabatku, teman terbaikku,”katanya
lagi.
“Hana”kataku sambil mengulurkan tanganku.
“Mona” kata Mona sambil menjabat tanganku.
“Kalau begitu aku pamit dulu,”ucapku.
Hari berganti hari sejak saat itu. Kevin sering menghabiskan
waktu bersama Mona. Sedangkan aku selalu duduk sendiri di taman sekolah. Aku
merindukan sosok Kevi n yang dulu. Yang selalu memperhatikanku, yang selalu
mengodaku. Aku sedang melamun ketika tiba-tiba dari belakang ada yang menutup mataku.
“Kevin..”ucapku.
“Bagaimana kau tahu?”ucapnya.
“Siapa lagi kalu bukan kau”ucapku sambil tersenyum.
“Apa kau tidak kesepian?bergabunglah bersama kami,”bujuknya.
Jujur aku senang Kevin masih memperhatikanku.
“Aku hanya tidak ingin mengganggu kalian. Kalian pacaran
kan?”tanyaku lembut.
“Bagaimana kau bisa tahu?”tanya Kevin heran.
“tega sekali kau, aku kan sahabatmu. Tapi kau tidak pernah
cerita sedikitpun,”ucapku ketus.
“Ayolah jangan marah. Aku sedang tidak ingin bertengkar
denganmu,”ucapnya lirih.
“Aku tidak marah,”ucapku sambil tersenyum. “Aku capek, aku
ingin pulang.”
Kevin menahanku “Apa kau kecewa padaku?ini tidak seperti
Hana yang ku kenal.”
“Aku masih Hana yang dulu. Kevinlah yang berubah,”ucapku.
“AKU?BERUBAH,”teriaknya.
“Sudahlah Vin, aku mau pulang,”ucapku.
“Apa kau ingin aku memilih antara kau dan Mona?”teriaknya
lagi.
“Bukan begitu maksudku Kevin, aku hanya tidak ingin
mengganggu kalian. Aku ingin menjaga perasaan Mona(dan perasaanku),”kataku.
“Lalu bagaimana dengan perasaanku?untuk apa aku punya
kekasih kalau aku kehilangan sahabatku?”teriak Kevin lagi.
“Aku masih disini. Aku akan selalu ada buatmu. Kau masih
bisa cerita semua keluh kesahmu seperti dulu, aku akan mendengarkan. Tapi
jangan paksa aku bergabung denganmu,”ucapku.
“Aku kecewa sama kamu,”ucap Kevin lalu pergi meninggalkanku.
Ingin rasanya aku menangis saat itu. Tidak tahukah kau
Kevin, dari tadi aku menahan air mataku. Kalau kau menyuruhku bergabung bersama
kalian, itu sama saja membunuhku pelan-pelan. Aku tidak tahan melihat kemesraan
kalian. Aku cemburu.Tapi aku tidak bisa mengatakannya padamu.
Aku menangis sejadi-jadinya di bangku taman sekolah. Kevin pasti
membenciku. Hujanpun turun menyamarkan air mataku. Aku tidak peduli keadaanku
yang basah kuyup. Aku berlari pulang ke rumah.
“Hana, apa yang terjadi? Kau bisa sakit,”ucap Ibuku.
“Aku lupa bawa payung bu,”ucapku sambil tersenyum.
“Dasar kau ini,”ucap Ibuku.
“cepat keringkan rambutmu dan ganti baju. Nanti masuk angin.”
Aku berbaring di kasur. Aku
merasakakan kepalaku sakit, demam dan rasanya udara sangat dingin. Padahal aku
menggunakan selimut tebal.
Keesokan harinya ketika aku
ingin berangkat ke sekolah, aku merasakan dunia ini seolah-olah berputar dan
aku tidak ingat apa-apa lagi.
Aku terbangun tapi tidak
dikamarku. Aku melihat ibuku menangis.
“Ibu, kenapa menangis?aku di
mana?”tanyaku.
“kamu dirumah sakit
nak,”jawab ibuku.
“Aku sakit apa bu, kenapa
badanku lemas sekali?”ucapku.
“tenang sayang, semua akan
baik-baik saja, dokter bilang kalau keadaanmu membaik kau boleh pulang”ucap
ibuku.
“bu, ibu tidak memberitahu
Kevin kalau aku sakit kan?aku tidak mau membuat ia khawatir,”ucapku.
“iya sayang, sekarang kau
istirahat”ucap Ibu.
Sore ini aku di
perbolehkan pulang.
“Sayang, ini obatmu. Kau harus
teratur meminumnya agar cepat sembuh.
“Ibu, sebenarnya aku sakit apa
sih, obatnya banyak banget,”kataku.
“bukan apa-apa kok sayang, kamu
akan segera sembuh kalau minum obat itu secara teratur”ucap Ibu lagi.
“Aku sakit parah ya bu?apa sama
seperti penyakitnya ayah?”tanyaku.
Ibuku menangis lalu memelukku.
“Kau akan segera sembuh sayang, percayalah.”
“Jadi benar bu, Aku terkena
leukimia?”tanyaku.
Ibuku semakin erat memelukku.
Akupun menangis di pelukan Ibuku. Ya Allah, kenapa ini bisa terjadi padaku. Aku
tidak ingin meninggalkan ibuku sendirian. Aku ingin hidup lebih lama.
“Aku janji bu, aku akan berjuang
untuk ibu,”kataku sambil menangis.
Leukimia. Itu artinya hidupku
tidak akan lama lagi. Aku ingin membahgiakan orang-orang yang aku sayangi.
Kevin, aku sakit. Tapi kau tidak perlu tahu itu. Yang perlu kau ketahui hanya
aku baik-baik saja.
Hari demi hari berlalu seperti
biasa, kadang aku harus ke toilet untuk menyembunyikan rasa sakitku.
Aku tidak ingin teman-temanku
tahu. Aku tidak ingin Kevin tahu.
Aku sedang duduk di bangku taman
ketika Kevin tiba-tiba duduk di sampingku.
“Mona mana,”tanyaku lirih.
“Di kantin, sama
teman-temannya,”ucapnya.
“Ku kira kau tidak akan datang
kepadaku lagi,”ucapku sambil tersenyum.
“Aku lihat sahabatku sedang
kesepian,”ucapnya sambil tersenyum. “ada yang ingin kau ceritakan padaku?”
Aku menggeleng sambil tersenyum.
“Akhir-akhir ini aku perhatikan
kau jadi pendiam. Dan kau jarang ikut olahraga. Apa kau sakit?”tanyanya.
Aku tertawa “apa hubungannya
pendiam, tidak ikut olahraga dan sakit?”tanyaku.
“Kau juga pucat dan agak
kurusan,”ucapnya lagi.
Aku kaget. Jangan sampai dia tahu
Ya Allah.
“Oh, itu.. mungkin gara-gara aku
diet kali ya,”ucapku sambil tertawa.
“Ngapain sih diet-dietan, emang
kamu mau badan kamu sekecil apa?sekecil sapu lidi?”
Aku hanya bisa tertawa.
“sudah lama aku tidak melihatmu
tertawa, aku selalu melihatmu duduk di sini sambil mencoret-coret bukumu,
sebenarnya apa sih yang kau tulis?”tanyanya lagi.
“tentang hidupku. Suatu saat kau
pasti akan membacanya. Tapi tidak sekarang,”kataku.
“lalu kapan?”tanyanya penasaran.
“saat tulisan ini selesai. Saat
hidupku berakhir,”kataku serius.
Kevin tertawa. “Berarti aku tidak
akan pernah membacanya.”
“hm..begitulah,”kataku sambil
tersenyum.
“Kalau kau tersenyum dengan wajah
pucat seperti itu aku jadi takut,”ucapnya.
“takut apa?”tanyaku.
“takut aku akan kahilanganmu.
Takut kalau yang di sebelahku ini bukan kau,”ucapnya.
Tanpa terasa air mataku mengalir.
“kenapa kau menangis?”tanyanya
heran.
“setiap orang akan datang dan
pergi, tapi aku akan selalu di sini. Dihatimu,”ucapku.
“kau ini, cara bicaramu
seolah-olah kau akan pergi meninggalkanku,”ucapnya.
Aku tertawa“Aku mengutipnya dari
buku.”
“serius, jangan pernah
meninggalkanku,”ucapnya sambil memegang daguku.
“aku tidak bisa janji. Dan Kevin,
kalau Mona melihat posisi kita, dia akan marah,”ucapku.
Dan tiba-tiba terdengar teriakan “
KEVIN.”
Kevin langsung melepaskanku dan
berdiri.
“Kevin, kita putus,”teriak Mona
lalu berlari.
Kevin mematung di tempat.
“Kejar dia Vin,”kataku.
Kevin mengejar Mona. Selang berapa
lama dia kembali padaku.
“Bagaimana?”tanyaku.
“gagal, dia tidak mau
mendengarkanku,”ucapnya.
Beberapa hari berlalu dan Kevin
terlihat murung. Aku ingin membantunya. Bagaimanapun, ini juga salahku. Aku
harus bertanggung jawab. Aku bahagia bersama Kevin tapi aku lebih bahagia kalau
melihat Kevin Bahagia.
“Akhir-akhir ini kau sering
berdandan, kau mau nyaingin Mona ya,”canda Kevin.
Aku tertawa “walau aku dandan
seperti apa, yang ada di hatimu tetaplah Mona.”
Kevin hanya tersenyum.
“Aku ke perpustakaan dulu. Akan
kucarikan obat untukmu,”kataku sambil tersenyum.
Di Perpustakaan aku bertemu Mona.
“Mona, bisa kita bicara
sebentar,”kataku.
Mona hanya melirikku lalu pergi.
Aku mengejarnya.
“Dengarkan aku dulu, ini tentang
Kevin,”ucapku tersengal sengal.
“Kau harus baikan dengannya, dia
sayang banget sama kamu,”kataku lagi.
“Dia juga sayang padamu,”katanya.
“sebagai seorang sahabat,”kataku.
“tapi bukan itu yang ku lihat,"katanya.
“Itu karena kau cemburu,”kataku.
“Kau juga suka padanya
kan?”teriaknya.
Tiba-tiba aku merasakan sakit
kepala yang sangat hebat. Dan cairan merah keluar dari hidungku. Aku terjatuh
tapi aku masih sadar.
“Mona, tolong jangan beritahu
Kevin,”kataku.
Mona hanya mengangguk.
Aku merogoh sakuku, mencari
obatku. Mona membantuku meminum obat.
“Hana, Kamu sakit apa
sih?”tanyanya masih dengan wajah shock.
“Leukimia,”jawabku lemah.
“Kenapa aku harus
menyembunyikannya dari Kevin?haruskah aku membawamu ke rumah sakit?”tanyanya.
“Aku tak mau membuatnya khawatir.Aku
akan baik-baik saja,”ucapku lemah.
“tapi kau pucat,”ucap Mona
khawatir.
“aku sudah agak baikan sekarang.
Kau bawa make-up?aq tidak ingin terlihat seperti orang sakit.”
Mona mengangguk lalu memberikan
tas make-upnya padaku.
Aku memakainya.
“Bagaimana?apa masih kelihatan
pucat?”tanyaku.
Mona menggeleng lalu tersenyum,
“kau cantik.”
Akupun tersenyum lalu berkata “
Ikut aku yuk.”
“kemana?”
“kasihan Kevin, aku
meninggalkannya terlalu lama. Kau harus baikan dengannya,”ucapku datar.
“oh, Hana please.. jangan buat
hidupku menjadi sulit,”ucap Mona lalu menggembungkan pipinya.
“Mona, kumohon..kalau aku tidak
ada, siapa yang akan menemani Kevin kalau bukan kamu?”
“Oh, baiklah,”ucap Mona.
Aku dan Mona menemui Kevin di
taman.
“Vin, ini aku bawakan
obatnya,”kataku sambil menepuk bahu Kevin.
Kevin menoleh lalu melihat ke arah
Mona terkejut lalu tersenyum. Dan Mona membalas senyuman Kevin.
“sini, duduk sini,”kata Kevin
sambil menepuk bangku sebelah kanannya.
“aku?”tanyaku.
“Iya, Mona juga sini duduk di
sini,”kata Kevin lagi sambil menepuk bangku sebelah kirinya.
Aku dan Mona saling melirik lalu
tersenyum dan berlari lalu duduk menghimpit Kevin.
“Aduh, kalian ini,”pekik Kevin.
Aku tertawa dan Mona tertawa
begitu juga Kevin. Ntah bagaimana, aku
sendiri juga bingung bagaimana aku bisa sekuat ini. Setidaknya aku bisa melihat
Kevin tertawa lagi. Itu sudah cukup membuatku bahagia. Ya Allah, ijinkan aku
bersama Kevin lebih lama lagi.
Sekarang kami bertiga sering
bersama. Aku singkirkan egoku untuk tidak menghindar dari mereka. Walaupun kadang hati ini masih
sakit setiap melihat Kevin dan Mona bermesraan. Ya Allah, apakah Engkau akan
marah padaku jika aku iri pada Mona? Dia cantik, pintar, sehat dan Kevin
mencintainya Sedangkan aku. Aku sakit, sekarang wajahku jadi seperti mayat
hidup kalau tanpa make up, rambutku juga rontok setiap hari dan Kevin tidak
pernah membalas cintaku. Di balik itu semua, aku masih bersyukur karena aku
masih di beri kesempatan untuk melihat dunia ini, melihat orang yang kusayangi bahagia.
Aku tidak tau sampai kapan aku hidup di dunia ini. Aku tidak tahu sampai kapan
aku akan melihat Kevin.
Akhirnya waktu kelulusan tiba.
Sore itu aku, Kevin dan Mona
berkumpul di sebuah cafe tak jauh dari sekolah kami.
“Hana, kau mau kuliah di mana?”tanya
Kevin padaku.
“entahlah Vin, mungkin di tempat
yang jauh dari sini,”kataku.
“jadi kau ingin meninggalkanku?”tanya
Kevin.
“kau ingin ikut
denganku?percayalah kau tidak akan suka,”ucapku.
“memangnya mau ke mana sih?”tanyanya
penasaran.
“ R A-H A-S I A,” ucapku sambil
tersenyum.
“sekarang kau main
rahasia-rahasiaan ya dariku,”ucap Kevin sambil mencubit kedua pipiku gemas.
“Aduh..sakit.. Mona..tolong..Kevinnya
nakal nih!”teriakku.
“KEVIN..”panggil Mona sambil
berkacak pinggang lalu tersenyum.
“sayang, kamu mau kuliah di UI kan
bareng sama aku?”tanya Kevin.
“siapa bilang, aku mau kuliah di
ITB,”ucap Mona ketus.
“kalau begitu, aku ikut kamu aja
ke ITB,” ucap Kevin sambil tersenyum.
Tiba-tiba kepalaku pusing.
“Aku ke toilet dulu ya,”kataku
langsung berlari ke toilet.
Kenapa disaat-saat begini
penyakitku kambuh. Ini lebih sakit dari yang kemarin kemarin. Rasanya aku sudah
tidak kuat lagi. Tapi aku harus kuat. Demi Ibu, demi Kevin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar